DATA TAMAN NASIONAL INDONESIA

Data Keanekaragaman Hayati

Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone mendokumentasikan lebih dari 200 jenis burung, banyak di antaranya endemik Sulawesi. Tim pengelola juga mencatat kehadiran mamalia kunci seperti yaki dan anoa yang secara aktif diamati dalam kawasan. Data tersebut memperkuat otoritas kawasan dalam konservasi dan menjadikan taman nasional sebagai laboratorium alam unggulan.

Kawasan ini memiliki variabilitas tinggi dengan ketinggian dari 50 hingga 2.000 meter di atas permukaan laut yang menciptakan habitat berbeda. Pendataan rutin ekosistem mencakup vegetasi, fauna dan faktor fisik yang mendukung keanekaragaman hayati secara menyeluruh.
Dengan demikian data-ilmiah ini menjadi bukti yang kuat bagi pengelolaan berbasis bukti di kawasan konservasi.

Data Tekanan dan Ancaman Konservasi

Pengelola kawasan mencatat bahwa aktivitas penambangan emas tanpa izin telah menempati area seluas lebih dari 450 hektar di dalam kawasan taman nasional. Jenis ancaman lainnya mencakup perambahan lahan, illegal logging dan fragmentasi hutan sebagai hasil penggunaan lahan yang tidak optimal. Data tekanan ini menjadi dasar perencanaan strategis untuk pengamanan dan restorasi habitat secara sistematis.

Selain itu, studi mutakhir memproyeksikan laju deforestasi sekitar 0,12 % per tahun selama dua dekade terakhir di kawasan ini. Proyeksi tersebut membantu pengelola kawasan menetapkan prioritas mitigasi dan memonitor perubahan tutupan hutan dari waktu ke waktu. Dengan pendekatan berbasis data ini pengelolaan kawasan menjadi lebih adaptif dan berbasis bukti.

Data Konservasi Taman Nasional Berdasarkan Luas

Berdasarkan data yang tersedia, taman nasional Indonesia dapat dikategorikan sebagai berikut:

Kategori Luas (Hektare) Persentase (%)
Taman Nasional Sangat Luas
> 1.000.000 ha
15,8%
Taman Nasional Luas
500.000 – 1.000.000 ha
21,1%
Taman Nasional Sedang
100.000 – 500.000 ha
35,1%
Taman Nasional Kecil
< 100.000 ha
28,0%

Taman Nasional Terluas

Taman Nasional Lorentz merupakan yang terluas dengan luas 2,4 juta hektare dan mentasbihkannya sebagai taman nasional terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Beberapa taman nasional terluas lainnya:

  1. Taman Nasional Lorentz (Papua) – 2,5 juta hektare
  2. Taman Nasional Teluk Cendrawasih (Papua Barat) – 1,45 juta hektare
  3. Taman Nasional Wakatobi (Sulawesi Tenggara) – 1,39 juta hektare
  4. Taman Nasional Kerinci Seblat (Sumatera) – 1,37 juta hektare
  5. Taman Nasional Kayan Mentarang (Kalimantan Utara) – 1,36 juta hektare

Distribusi Regional

Distribusi Regional Taman Nasional Indonesia per Pulau (Oktober 2025)

Papua

12 Taman Nasional dengan fokus pada keanekaragaman hayati tinggi, habitat spesies endemik, dan ekosistem hutan tropis dataran rendah dan pegunungan.

Kalimantan

12 Taman Nasional dengan fokus pada konservasi orangutan, ekosistem rawa gambut, dan hutan tropis dataran rendah.

Sumatera

14 Taman Nasional dengan fokus pada perlindungan harimau sumatera, gajah sumatera, dan ekosistem hutan hujan tropis.

Sulawesi

10 Taman Nasional dengan fokus pada keanekaragaman hayati unik, spesies endemik, dan ekosistem pegunungan serta pesisir.

Jawa

6 Taman Nasional dengan fokus pada perlindungan badak jawa, ekosistem pegunungan, dan kawasan konservasi di daerah padat penduduk.

Bali & Nusa Tenggara

3 Taman Nasional dengan fokus pada konservasi spesies komodo, ekosistem laut, dan kawasan konservasi di daerah pariwisata.

Maluku

3 Taman Nasional dengan fokus pada keanekaragaman hayati laut, spesies endemik, dan ekosistem pesisir serta pulau-pulau kecil.

Maluku Utara

2 Taman Nasional dengan fokus pada konservasi hutan hujan tropis, spesies endemik Halmahera, dan penguatan peran masyarakat adat.

Masa Depan Konservasi

Masa depan konservasi di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone akan dibangun atas dasar data ilmiah, keterlibatan masyarakat, dan sinergi lintas pihak. Konservasi di kawasan ini akan semakin memperkuat kerangka kerja berbasis bukti sehingga pengelolaan menjadi lebih adaptif.

Selain itu, pengembangan kapasitas masyarakat lokal akan terus berjalan agar mereka benar‐benar menjadi mitra utama dalam menjaga alam. Dengan demikian, generasi mendatang akan mewarisi ekosistem yang sehat, produktif, dan bernilai tinggi bagi bangsa dan dunia.